Selasa, 27 Mei 2014

Ibnu Qayyim berkata :
“…telah menjadi kewajiban atas mereka untuk memerangi musyirikin secara keseluruhan. Ketika perbuatan itu awalnya haram, maka telah diizinkan oleh (Allah SWT); selanjutnya telah diwajibkan memerangi mereka yang lebih dahulu memerangi dan terakhir (mereka) diperintahkan untuk memerangi Kuffar secara keseluruhan.
Kewajiban terdiri dari dua kategori yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah menurut pendapat ulama yang masyur. Ketika seseorang menyelidiki jenis jihad yang harus diwajibkan atas mereka yaitu dengan hatinya, lidahnya atau dengan kekayaan dan kekuatannya. Telah menjadi sebuah kewajiban atas setiap Muslim untuk berperang dengan cara-cara ini. Berkaitan dengan jihad oleh diri seseorang (fisik) maka ini adalah fardhu ‘ain.
Berkaitan dengan jihad dengan kekayaan ada dua pernyataan tentangnya, yang paling benar adalah dimana itu adalah sebuah kewajiban karena perintah Jihad dengan harta dan diri seseorang telah disamakan dalam Al-Qur’an; sebagaimana Allah SWT berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan mu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.’ (QS Ash Shaf, 61: 10-12) [Zaad Al Ma’ad Jilid. 3/ 72]
Dan Ulama telah menegaskan:
Ibnu Katsir berkata tentang ayat:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagi mu, jika kamu Mengetahui.” (QS At Taubah, 41)
“Anas dari Abi Talha meriwayatkan bahwa Ali bin Zaid berkata maksud ayat ini, ‘berangkatlah (berjihad) tua dan muda sebagaimana Allah SWT tidak akan menerima alasan dari siapa pun.’ Kemudian Ali bin Zaid pergi dalam sebuah ekspedisi di Syam (Syiria) dimana dia terbunuh.”
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuh mu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepada mu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS Al Anfal, 8: 60)
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS At Taubah, 9: 29)
Guru Cina kuno, Sun Tzu, mengatakan, “Kenalilah musuhmu dan kau tidak akan dikalahkan”.
Sejak 500 tahun SM
Dimulainya kebudayaan Yunani-Romawi. Dengan filsafat anthroposentrik (manusia berada pada pusat segala aktivitas) mereka di dalam banyak hal berlawanan dengan kecenderungan-kecenderungan niskala Mesir Purba, India Purba, Tiongkok Purba, dan Parsi Purba serta bersikap akliah (rational). Kecendrungan berpikir seolah-olah manusia berdiri di luar alam dan melihat alam sebagai suatu yang terpotong-potong, maka lahirlah pengertian jagat besar (makrokosmos) dan jagat kecil (mikrokosmos). Tidak ada batas antara filsafat dan pengetahuan.
Sejak 5.000 tahun SMMasa perkembangan kebudayaan Mesir Purba. Menghasilkan limas-limas (piramida) yang hebat, sistem pengairan yang baik dan sistem bintang yang cukup bagus. Namun ilmu bintang (astronomi) masih tercampur-aduk dengan ilmu perbintangan (astrologi). Ahli-ahli pengetahuan adalah pendeta-pendeta yang tidak mengenal batas antara logika, takhayul, dan kepercayaan, yaitu pemuja tritunggal Apis-Isis-Osiris.